1. Kondisi Air Dunia dan Indonesia
Menurut WHO, saat ini terdapat 2 miliar orang yang menyandang
risiko menderita penyakit murus disebabkan oleh air dan makanan. Penyakit ini
merupakan penyebab utama kematian lebih dari 5 juta anak-anak setiap tahun.
Sumber-sumber air semakin dicemari oleh limbah industri yang tidak diolah atau
tercemar karena penggunaannya melebihi kapasitasnya untuk dapat diperbaharui.
Kalau kita tidak mengadakan perubahan radikal dalam cara kita memanfaatkan air,
mungkin saja suatu ketika air tidak lagi dapat digunakan tanpa pengolahan
khusus yang biayanya melewati jangkauan sumber daya ekonomi bagi kebanyakan
negara (Midleton, 2004).
Potensi dan ketersediaan air di Indonesia saat ini
diperkirakan sebesar 15.000 meter kubik perkapita pertahun. Jauh lebih tinggi
dari rata-rata pasokan dunia yang hanya 8.000 m3/kapita/tahun. Pulau Jawa pada
tahun 1930 masih mampu memasok 4.700 m3/kapita/tahun, saat ini total potensinya
sudah tinggal sepertiganya, yakni tinggal 1500 m3/kapita/tahun. Pada tahun 2020
total potensinya diperkirakan tinggal 1200 m3/kapita/tahun. Dari potensi alami
ini, yang layak dikelola secara ekonomi hanya 35%, sehingga potensi nyata
tinggal 400 m3/kapita/tahun, jauh dibawah angka minimum PBB, yaitu sebesar
1.000 m3/kapita/tahun. Padahal dari jumlah 35% tersebut, sebesar 6% diperlukan
untuk penyelamatan saluran dan sungai-sungai, sebagai maintenance low.
Oleh karena itu pada tahun 2025, Internasional Water
Institute, menyebut Jawa dan beberapa pulau lainnya termasuk dalam wilayah
krisis air. Berdasarkan studi Water Resources Development (1990), tahun 1990
Pulau Jawa sudah mengalami defisit air, dari kebutuhan 66.336 juta m3/tahun
hanya bisa disediakan 43.952 juta m3/tahun. Joko Pitono (2003) juga mengkaji
bahwa pada musim kemarau tahun 1993, 75% Pulau Jawa sudah mengalami kekeringan
akibat defisit air dan diperkirakan defisit air akan meningkat pada tahun 2000
menjadi 56%, suatu angka yang mengkhawatirkan dan perlu diwaspadai secermat
mungkin.
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup tahun 1997, dalam
neraca airnya menyatakan bahwa secara nasional belum terjadi defisit air,
tetapi khusus untuk Jawa, Bali sudah terjadi defisit tahun 2000 dan tahun 2015
bertambah dengan wilayah Sulawesi dan NTT.
2. Air Bersih dan Limbah Cair Perkotaan
Sungai-sungai di kota besar, seperti Jakarta, Semarang, dan
Surabaya mempunyai kecenderungan untuk tercemar dengan limbah dari domestik,
industri dan pertanian. Pencemaran air di Jakarta telah menunjukkan gejala yang
cukup serius, terutama yang berasal dari buangan industri dari pabrik-pabrik
yang membuang begitu saja air limbahnya tanpa pengolahan lebih dahulu ke sungai
atau ke laut, dan tidak kalah memegang andil baik secara sengaja atau tidak
adalah masyarakat Jakarta itu sendiri, yakni akibat air buangan rumah tangga
yang jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan perkembangan penduduk
maupun perkembangan kota Jakarta. Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan
rendahnya kesadaran sebagian masyarakat yang membuang kotoran maupun sampah ke
dalam sungai. Padatnya pemukiman dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk,
serta buangan industri yang langsung dibuang ke badan air tanpa proses
pengolahan telah menyebabkan pencemaran sungai-sungai yang ada di Jakarta, dan
air tanah dangkal di sebagian besar daerah di wilayah DKI Jakarta, bahkan
kualitas air di perairan teluk Jakartapun sudah menjadi semakin buruk dari
tahun ke tahun.
Kondisi Perairan Kota Jakarta (Sumber)
Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta
secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industri dan air
limbah domestik yakni yang berasal dari buangan rumah tangga, dan yang ke tiga
yakni air limbah dari perkantoran dan pertokoan (daerah komersial). Saat ini
selain pencemaran akibat limbah industri, pencemaran akibat limbah domestikpun
telah menunjukkan tingkat yang cukup serius. Di Jakarta misalnya, sebagai
akibat masih minimnya fasilitas pengolahan air buangan kota, mengakibatkan
tercemarnya badan – badan sungai oleh air limbah domestik, bahkan badan sungai
yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minumpun telah tercemar pula. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta
bersama-sama dengan Tim JICA (1989), Besarnya buangan air limbah dari rumah
tangga per orang per hari adalah 118 liter, dengan konsentrasi BOD rata-rata
236 mg/lt dan pada tahun 2010 nanti diperkirakan akan meningkat menjadi 147
liter dengan konsetrasi BOD rata-rata 224 mg/lt. Jumlah air buangan secara
keseluruhan di DKI Jakarta diperkirakan sebesar 1.316.113 m3/hari, yakni air
buangan domestik 1.038.205 m3/hari, buangan perkantoran dan daerah komersial
448.933 m3/hari dan buangan industri 105.437 m3/hari.
Untuk wilayah Jakarta,
dilihat dari segi jumlah, air limbah domistik (rumah tangga) memberikan
kontribusi terhadap pencemaran air sekitar 75 %, air limbah perkantoran dan
daerah komersial 15 %, dan airlimbah industri hanya sekitar 10 %. Sedangkan
dilihat dari beban polutan organiknya, air limbah rumah tangga sekitar 70 %,
air limbah perkantoran 14 %, dan air limbah industri memberikan kontribusi 16
%. Dengan demikan air limbah rumah tangga dan air limbah perkantoran adalah
penyumbang yang terbesar terhadap pencemaran air di wilayah DKI Jakarta.
Masalah pencemaran oleh air limbah rumah tangga di wilayah DKI
Jakarta lebih diperburuk lagi akibat berkembangnya lokasi pemukiman di daerah
penyangga yang ada di sekitar Jakarta, tanpa dilengkapi dengan fasilitas
pengolahan air limbah, sehingga seluruh air limbah dibuang ke saluran umum dan
akhirnya mengalir ke badan-badan sungai yang ada di wilayah DKI Jakarta.
Ilustrasi mengenai pemakaian air dan nasibnya sebagai limbah
cair tersebut memberi gambaran bahwa air merupakan sumberdaya yang harus
dikelola secara hati-hati, mengingat pertumbuhan penduduk dan pengembangan
industri selalu diikuti dengan peningkatan kebutuhan air bersih, bersamaan
dengan itu terjadi pula peningkatan jumlah air limbah yang dibuang ke perairan,
karena sebagian besar dari bersih yang dipakai akan dibuang ke perairan kembali
sebagai limbah.
3. Strategi Konservasi Air Secara Umum
a.
Pengaturan tata ruang
Tata Ruang
memegang peranan penting dalam pengelolaan lingkungan. Tata Ruang yang baik
mengatur pemanfatan ruang dengan mempertimbangkan beban lingkungan yang akan
muncul jika ruangnya sudah terpakai. Tata Ruang yang berwawasan lingkungan akan
menghasilkan model-model kota atau desa yang akrab dengan lingkungan atau yang
sekarang dikenal dengan "eco city".
Untuk kota lama yang sudah terbangun memang sulit untuk menatanya kembali,
namun demikian bukanlah tidak mungkin untuk dilakukan. Dengan bantuan penegakan
hukum dan pembinaan yang terus menerus serta sosialisasi yang baik hal itu bisa
dilakukan.
b.
Aspek Legal : Pembinaan dan Penegakan Hukum
Pemerintah
berperan sangat penting, terutama dalam penegakan Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur atau Bupati. Peraturan
lingkungan banyak berubah dan bertambah dari tahun ke tahun, oleh karena itu
perlu terus dilakukan sosialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada masyarakat. Pelanggaran lingkungan banyak terjadi karena sebagian
masyarakat belum membaca atau memahami peraturan-peraturan yang ada, mengingat
isu lingkungan masih relatif baru buat Indonesia dan penegakan hukumnya masih
sangat minim dibanding kasus-kasus lain.
c.
Baku Mutu
Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 adalah merupakan standar badan air (stream standard), sedangkan standar
buangan mengacu pada standar baku mutu. Untuk baku mutu buangan tergantung
kepada jenis kegiatannya, sebagai contoh :
i. Baku
mutu limbah cair bagi Kegiatan Industri diatur oleh KEPMEN LH Nomor
51/MENLH/10/1995;
ii. Baku
mutu limbah cair bagi kegiatan hotel diatur oleh KEPMEN LH Nomor
52/MENLH/10/1995;
iii. Baku
mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit diatur oleh KEPMEN LH Nomor
58/MENLH/12/1995;
iv. Baku
mutu limbah cair bagi kegiatan minyak dan gas serta panas bumi diatur oleh
KEPMEN LH Nomor 42/MENLH/10/1996.
d.
Perlindungan Sumber Air
Perlindungan
sumber air meliputi perlindungan daerah resapan air dengan cara pembatasan
bangunan, pelarangan penebangan hutan dan pembukaan hutan, penguasaan
sumber-sumber air oleh individu atau pengambilan yang berlebihan, perlindungan
dari pencemaran baik oleh domestik maupun oleh Industri. Sebagai langkah
pencegahan sumber air perlu dilindungi dari pencemaran, oleh karena itu bagi
Industri yang terletak di daerah hulu, harus dikenai peraturan lingkungan yang
lebih ketat dibandingkan yang terletak di hilir, karena jika mereka membuang
limbah ke sungai atau perairan sekitar, maka air tersebut akan mengalir ke
daerah hilir dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan jika terjadi
pencemaran dampaknya akan sangat luas. Dalam rangka perlindungan Sumberdaya Air
ini telah telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air, sebagai pengganti Undang-undang Nomor 11 tahun 1974 tentang
pengairan. yang dianggap sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan
keadaan, dan perubahan dalam kehidupan masyarakat.
e.
Monitoring dan Evaluasi
Data perupakan
penunjang yang sangat penting dalam mengevaluasi kondisi lingkungan dan
penegakan hukum lingkungan. Untuk menghindari adanya perdebatan yang
berkepanjangan tentang permasalahan lingkungan diperlukan pusat data. Untuk
pengisian data diperlukan monitoring, terutama perairan-perairan yang dianggap
rawan atau daerah industri yang diduga mencemari. Mengingat luasnya kegiatan
dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk monitoring, maka tidak setiap daerah
dapat dimonitor kualitas air secara rutin. Dalam kondisi normal monitoring yang
tidak rutin tidak menimbulkan masalah, tetapi mungkin situasi tersebut
dimanfaatkan oleh industri yang nakal untuk membuang limbahnya disaat lengah.
f.
Kelembagaan
Kelembagaan sangat
menentukan dalam pengelolaan lingkungan. Dalam skala nasional lembaga yang
berwenang adalah Kementrian Lingkungan Hidup, dalam skala propinsi ada Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD), beberapa tempat di daerah masih memakai
nama Kantor atau Dinas.
g.
Kelompok sadar lingkungan dan Lembaga Swadaya
Masyarakat
Penanganan
lingkungan perlu didukung oleh masyarakat. Pembentukan Kelompok Sadar
Lingkungan (Darling) dapat dalam skala nasional maupun lokal. Namun berdasarkan
pengalaman yang ada, kelompok sadar lingkungan dalam skala lokal lebih nyata
hasilnya dan dapat dilihat. Kelompok Darling yang sukses akan memotivasi
kelompok lain, baik yang berada di hulu dan hilirnya. Penghargaan bagi kelompok
yang sukses juga perlu dilakukan secara konsisten oleh pemerintah sebagai
langkah pembinaan.
h.
Produksi bersih
Produksi bersih
merupakan kegiatan internal dari pemilik usaha, namun demikian kegiatan ini
juga mendapat respon yang bagus dari Pemerintah. Produksi bersih bisa dimulai
dari pemilihan bahan baku, pemilihan proses yang akrab lingkungan, pengepakan,
sampai dengan proses pengiriman produk. Namun demikian untuk produksi bersih
diperlukan semacam standard baku mutu untuk produk tertentu. Usaha untuk
melakukan produksi bersih banyak dilakukan oleh industri-industri yang
berorientasi export untuk mendapatkan ISO 14000, karena negara pengimport
mempersyaratkan untuk semua produknya akrab lingkungan.
i.
Teknologi Pengolahan Limbah
Teknologi
Pengolahan Limbah, banyak macam dan ragamnya. Setiap jenis limbah mempunyai
kekhususan dalam teknologi, tergantung jenis limbah yang akan diolah dan
tingkat kesulitan dalam pengolahan. Teknologi pengolahan limbah yang ada di
pasar, sebagian besar adalah merupakan paket teknologi, oleh karena itu didalam
pemilihan teknologi, sebaiknya dilakukan dahulu semacam penelitian untuk
mengetahui karakter limbah yang akan diolah. Dengan mengetahui karakter limbah
kita akan menentukan proses pengolahan limbah yang akan dilakukan, waktu yang
dibutuhkan untuk proses pengolahan, bahan dan energi yang akan digunakan, biaya
konstruksi dan operasi yang akan dikeluarkan. Pengetahuan akan teknologi
pengolahan limbah penting agar tidak terjadi pemborosan yang berakibat
kerugian.
j.
Pajak dan Bank Lingkungan
Perbaikan,
pemeliharaan, dan pembangunan lingkungan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Dibutuhkan suatu cara untuk mengumpulkan dana untuk pembangunan lingkungan.
Selama ini, pembiayaan lingkungan tidak jelas asal-usulnya, sehingga sulit
diprediksi kapan permasalahan lingkungan akan teratasi. Salah satu cara yang
paling mungkin, adalah penerapan pajak lingkungan. Dalam pajak PPN atau Pajak
Pertambahan Nilai dari bahan baku menjadi barang jadi, sudah umum diketahui
besarnya adalah 10%. Padahal banyak orang juga tahu bahwa dalam memproduksi
barang selalu menghasilkan limbah, baik berupa air limbah atau sampah atau
pencemaran udara, ataupun hanya berupa emisi panas. Dengan demikian pajak
lingkungan sebaiknya diambil dari sebagian pajak PPN yang besarnya berkisar 0,5
– 1%. Dana tersebut dapat digunakan untuk perbaikan lingkungan dan membangun
industri lingkungan.
Industri
lingkungan akan sulit berkembang, jika menggunakan dana komersil yang diambil
dari Bank Komersil, karena bisnis lingkungan umumnya mempunyai break event
point yang lama (lebih dari 5 tahun). Oleh karena itu dibutuhkan Bank
Lingkungan yang dananya dikumpulkan dari Pajak Lingkungan untuk mendanai
perbaikan lingkungan dan pembangunan lndustri lingkungan dengan bunga yang
sangat rendah dan masa tenggang pinjam yang lama. Pembangunan Industri
Lingkungan juga dapat menyerap tenaga kerja yang banyak, walaupun masih perlu
ditunjang dengan penghargaan masyarakat yang lebih tinggi bagi mereka yang
bekerja di sektor lingkungan.
k.
Industri Lingkungan
Pandangan untuk
melihat limbah sebagai sumberdaya memberi angin segar untuk sejenak menatap
peluang yang muncul bahwa pengolahan limbah menjanjikan keuntungan dalam
berusaha. Pembangunan Industri yang bergerak di bidang lingkungan sebaiknya
dilaksanakan secepat mungkin, agar Industri tersebut dapat menjadi partner
pemerintah dalam mengatasi masalah lingkungan. Saat ini industri yang bergerak
dibidang lingkungan masih sangat sedikit, baru ada seperti PDPAL Jaya, PT WGS,
dan perusahaan-perusahaan kecil yang belum muncul namanya. Jika Industri
Lingkungan terus dibina dan menjadi besar dan sehat, maka suatu saat pemerintah
tidak terlalu sibuk mengurusi lingkungan, namun lebih berkonsentrasi dalam
membuat kebijakan-kebijakan di bidang lingkungan.
0 komentar:
Posting Komentar