Blogger templates

Rabu, 09 Oktober 2013

Konservasi Air

1. Kondisi Air Dunia dan Indonesia

   Menurut WHO, saat ini terdapat 2 miliar orang yang menyandang risiko menderita penyakit murus disebabkan oleh air dan makanan. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian lebih dari 5 juta anak-anak setiap tahun. Sumber-sumber air semakin dicemari oleh limbah industri yang tidak diolah atau tercemar karena penggunaannya melebihi kapasitasnya untuk dapat diperbaharui. Kalau kita tidak mengadakan perubahan radikal dalam cara kita memanfaatkan air, mungkin saja suatu ketika air tidak lagi dapat digunakan tanpa pengolahan khusus yang biayanya melewati jangkauan sumber daya ekonomi bagi kebanyakan negara (Midleton, 2004).

   Potensi dan ketersediaan air di Indonesia saat ini diperkirakan sebesar 15.000 meter kubik perkapita pertahun. Jauh lebih tinggi dari rata-rata pasokan dunia yang hanya 8.000 m3/kapita/tahun. Pulau Jawa pada tahun 1930 masih mampu memasok 4.700 m3/kapita/tahun, saat ini total potensinya sudah tinggal sepertiganya, yakni tinggal 1500 m3/kapita/tahun. Pada tahun 2020 total potensinya diperkirakan tinggal 1200 m3/kapita/tahun. Dari potensi alami ini, yang layak dikelola secara ekonomi hanya 35%, sehingga potensi nyata tinggal 400 m3/kapita/tahun, jauh dibawah angka minimum PBB, yaitu sebesar 1.000 m3/kapita/tahun. Padahal dari jumlah 35% tersebut, sebesar 6% diperlukan untuk penyelamatan saluran dan sungai-sungai, sebagai maintenance low.

   Oleh karena itu pada tahun 2025, Internasional Water Institute, menyebut Jawa dan beberapa pulau lainnya termasuk dalam wilayah krisis air. Berdasarkan studi Water Resources Development (1990), tahun 1990 Pulau Jawa sudah mengalami defisit air, dari kebutuhan 66.336 juta m3/tahun hanya bisa disediakan 43.952 juta m3/tahun. Joko Pitono (2003) juga mengkaji bahwa pada musim kemarau tahun 1993, 75% Pulau Jawa sudah mengalami kekeringan akibat defisit air dan diperkirakan defisit air akan meningkat pada tahun 2000 menjadi 56%, suatu angka yang mengkhawatirkan dan perlu diwaspadai secermat mungkin.

   Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup tahun 1997, dalam neraca airnya menyatakan bahwa secara nasional belum terjadi defisit air, tetapi khusus untuk Jawa, Bali sudah terjadi defisit tahun 2000 dan tahun 2015 bertambah dengan wilayah Sulawesi dan NTT.

2.  Air Bersih dan Limbah Cair Perkotaan

   Sungai-sungai di kota besar, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya mempunyai kecenderungan untuk tercemar dengan limbah dari domestik, industri dan pertanian. Pencemaran air di Jakarta telah menunjukkan gejala yang cukup serius, terutama yang berasal dari buangan industri dari pabrik-pabrik yang membuang begitu saja air limbahnya tanpa pengolahan lebih dahulu ke sungai atau ke laut, dan tidak kalah memegang andil baik secara sengaja atau tidak adalah masyarakat Jakarta itu sendiri, yakni akibat air buangan rumah tangga yang jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan perkembangan penduduk maupun perkembangan kota Jakarta. Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan rendahnya kesadaran sebagian masyarakat yang membuang kotoran maupun sampah ke dalam sungai. Padatnya pemukiman dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, serta buangan industri yang langsung dibuang ke badan air tanpa proses pengolahan telah menyebabkan pencemaran sungai-sungai yang ada di Jakarta, dan air tanah dangkal di sebagian besar daerah di wilayah DKI Jakarta, bahkan kualitas air di perairan teluk Jakartapun sudah menjadi semakin buruk dari tahun ke tahun.

Kondisi Perairan Kota Jakarta (Sumber)

   Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industri dan air limbah domestik yakni yang berasal dari buangan rumah tangga, dan yang ke tiga yakni air limbah dari perkantoran dan pertokoan (daerah komersial). Saat ini selain pencemaran akibat limbah industri, pencemaran akibat limbah domestikpun telah menunjukkan tingkat yang cukup serius. Di Jakarta misalnya, sebagai akibat masih minimnya fasilitas pengolahan air buangan kota, mengakibatkan tercemarnya badan – badan sungai oleh air limbah domestik, bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minumpun telah tercemar pula. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta bersama-sama dengan Tim JICA (1989), Besarnya buangan air limbah dari rumah tangga per orang per hari adalah 118 liter, dengan konsentrasi BOD rata-rata 236 mg/lt dan pada tahun 2010 nanti diperkirakan akan meningkat menjadi 147 liter dengan konsetrasi BOD rata-rata 224 mg/lt. Jumlah air buangan secara keseluruhan di DKI Jakarta diperkirakan sebesar 1.316.113 m3/hari, yakni air buangan domestik 1.038.205 m3/hari, buangan perkantoran dan daerah komersial 448.933 m3/hari dan buangan industri 105.437 m3/hari.

   Untuk wilayah Jakarta, dilihat dari segi jumlah, air limbah domistik (rumah tangga) memberikan kontribusi terhadap pencemaran air sekitar 75 %, air limbah perkantoran dan daerah komersial 15 %, dan airlimbah industri hanya sekitar 10 %. Sedangkan dilihat dari beban polutan organiknya, air limbah rumah tangga sekitar 70 %, air limbah perkantoran 14 %, dan air limbah industri memberikan kontribusi 16 %. Dengan demikan air limbah rumah tangga dan air limbah perkantoran adalah penyumbang yang terbesar terhadap pencemaran air di wilayah DKI Jakarta.

   Masalah pencemaran oleh air limbah rumah tangga di wilayah DKI Jakarta lebih diperburuk lagi akibat berkembangnya lokasi pemukiman di daerah penyangga yang ada di sekitar Jakarta, tanpa dilengkapi dengan fasilitas pengolahan air limbah, sehingga seluruh air limbah dibuang ke saluran umum dan akhirnya mengalir ke badan-badan sungai yang ada di wilayah DKI Jakarta.

   Ilustrasi mengenai pemakaian air dan nasibnya sebagai limbah cair tersebut memberi gambaran bahwa air merupakan sumberdaya yang harus dikelola secara hati-hati, mengingat pertumbuhan penduduk dan pengembangan industri selalu diikuti dengan peningkatan kebutuhan air bersih, bersamaan dengan itu terjadi pula peningkatan jumlah air limbah yang dibuang ke perairan, karena sebagian besar dari bersih yang dipakai akan dibuang ke perairan kembali sebagai limbah.

3. Strategi Konservasi Air Secara Umum

a.    Pengaturan tata ruang
   Tata Ruang memegang peranan penting dalam pengelolaan lingkungan. Tata Ruang yang baik mengatur pemanfatan ruang dengan mempertimbangkan beban lingkungan yang akan muncul jika ruangnya sudah terpakai. Tata Ruang yang berwawasan lingkungan akan menghasilkan model-model kota atau desa yang akrab dengan lingkungan atau yang sekarang dikenal dengan "eco city". Untuk kota lama yang sudah terbangun memang sulit untuk menatanya kembali, namun demikian bukanlah tidak mungkin untuk dilakukan. Dengan bantuan penegakan hukum dan pembinaan yang terus menerus serta sosialisasi yang baik hal itu bisa dilakukan.

b.    Aspek Legal : Pembinaan dan Penegakan Hukum
   Pemerintah berperan sangat penting, terutama dalam penegakan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur atau Bupati. Peraturan lingkungan banyak berubah dan bertambah dari tahun ke tahun, oleh karena itu perlu terus dilakukan sosialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat. Pelanggaran lingkungan banyak terjadi karena sebagian masyarakat belum membaca atau memahami peraturan-peraturan yang ada, mengingat isu lingkungan masih relatif baru buat Indonesia dan penegakan hukumnya masih sangat minim dibanding kasus-kasus lain.

c.    Baku Mutu
   Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 adalah merupakan standar badan air (stream standard), sedangkan standar buangan mengacu pada standar baku mutu. Untuk baku mutu buangan tergantung kepada jenis kegiatannya, sebagai contoh :
                                          i.    Baku mutu limbah cair bagi Kegiatan Industri diatur oleh KEPMEN LH Nomor 51/MENLH/10/1995;
                                         ii.    Baku mutu limbah cair bagi kegiatan hotel diatur oleh KEPMEN LH Nomor 52/MENLH/10/1995;
                                        iii.    Baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit diatur oleh KEPMEN LH Nomor 58/MENLH/12/1995;
                                       iv.    Baku mutu limbah cair bagi kegiatan minyak dan gas serta panas bumi diatur oleh KEPMEN LH Nomor 42/MENLH/10/1996.

d.    Perlindungan Sumber Air

Salah Satu Sumber Air (Sumber)

   Perlindungan sumber air meliputi perlindungan daerah resapan air dengan cara pembatasan bangunan, pelarangan penebangan hutan dan pembukaan hutan, penguasaan sumber-sumber air oleh individu atau pengambilan yang berlebihan, perlindungan dari pencemaran baik oleh domestik maupun oleh Industri. Sebagai langkah pencegahan sumber air perlu dilindungi dari pencemaran, oleh karena itu bagi Industri yang terletak di daerah hulu, harus dikenai peraturan lingkungan yang lebih ketat dibandingkan yang terletak di hilir, karena jika mereka membuang limbah ke sungai atau perairan sekitar, maka air tersebut akan mengalir ke daerah hilir dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan jika terjadi pencemaran dampaknya akan sangat luas. Dalam rangka perlindungan Sumberdaya Air ini telah telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, sebagai pengganti Undang-undang Nomor 11 tahun 1974 tentang pengairan. yang dianggap sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan keadaan, dan perubahan dalam kehidupan masyarakat.

e.    Monitoring dan Evaluasi
   Data perupakan penunjang yang sangat penting dalam mengevaluasi kondisi lingkungan dan penegakan hukum lingkungan. Untuk menghindari adanya perdebatan yang berkepanjangan tentang permasalahan lingkungan diperlukan pusat data. Untuk pengisian data diperlukan monitoring, terutama perairan-perairan yang dianggap rawan atau daerah industri yang diduga mencemari. Mengingat luasnya kegiatan dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk monitoring, maka tidak setiap daerah dapat dimonitor kualitas air secara rutin. Dalam kondisi normal monitoring yang tidak rutin tidak menimbulkan masalah, tetapi mungkin situasi tersebut dimanfaatkan oleh industri yang nakal untuk membuang limbahnya disaat lengah.

f.     Kelembagaan
   Kelembagaan sangat menentukan dalam pengelolaan lingkungan. Dalam skala nasional lembaga yang berwenang adalah Kementrian Lingkungan Hidup, dalam skala propinsi ada Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD), beberapa tempat di daerah masih memakai nama Kantor atau Dinas.

g.    Kelompok sadar lingkungan dan Lembaga Swadaya Masyarakat
   Penanganan lingkungan perlu didukung oleh masyarakat. Pembentukan Kelompok Sadar Lingkungan (Darling) dapat dalam skala nasional maupun lokal. Namun berdasarkan pengalaman yang ada, kelompok sadar lingkungan dalam skala lokal lebih nyata hasilnya dan dapat dilihat. Kelompok Darling yang sukses akan memotivasi kelompok lain, baik yang berada di hulu dan hilirnya. Penghargaan bagi kelompok yang sukses juga perlu dilakukan secara konsisten oleh pemerintah sebagai langkah pembinaan.

h.    Produksi bersih
   Produksi bersih merupakan kegiatan internal dari pemilik usaha, namun demikian kegiatan ini juga mendapat respon yang bagus dari Pemerintah. Produksi bersih bisa dimulai dari pemilihan bahan baku, pemilihan proses yang akrab lingkungan, pengepakan, sampai dengan proses pengiriman produk. Namun demikian untuk produksi bersih diperlukan semacam standard baku mutu untuk produk tertentu. Usaha untuk melakukan produksi bersih banyak dilakukan oleh industri-industri yang berorientasi export untuk mendapatkan ISO 14000, karena negara pengimport mempersyaratkan untuk semua produknya akrab lingkungan.

i.      Teknologi Pengolahan Limbah
   Teknologi Pengolahan Limbah, banyak macam dan ragamnya. Setiap jenis limbah mempunyai kekhususan dalam teknologi, tergantung jenis limbah yang akan diolah dan tingkat kesulitan dalam pengolahan. Teknologi pengolahan limbah yang ada di pasar, sebagian besar adalah merupakan paket teknologi, oleh karena itu didalam pemilihan teknologi, sebaiknya dilakukan dahulu semacam penelitian untuk mengetahui karakter limbah yang akan diolah. Dengan mengetahui karakter limbah kita akan menentukan proses pengolahan limbah yang akan dilakukan, waktu yang dibutuhkan untuk proses pengolahan, bahan dan energi yang akan digunakan, biaya konstruksi dan operasi yang akan dikeluarkan. Pengetahuan akan teknologi pengolahan limbah penting agar tidak terjadi pemborosan yang berakibat kerugian.

j.      Pajak dan Bank Lingkungan
   Perbaikan, pemeliharaan, dan pembangunan lingkungan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dibutuhkan suatu cara untuk mengumpulkan dana untuk pembangunan lingkungan. Selama ini, pembiayaan lingkungan tidak jelas asal-usulnya, sehingga sulit diprediksi kapan permasalahan lingkungan akan teratasi. Salah satu cara yang paling mungkin, adalah penerapan pajak lingkungan. Dalam pajak PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dari bahan baku menjadi barang jadi, sudah umum diketahui besarnya adalah 10%. Padahal banyak orang juga tahu bahwa dalam memproduksi barang selalu menghasilkan limbah, baik berupa air limbah atau sampah atau pencemaran udara, ataupun hanya berupa emisi panas. Dengan demikian pajak lingkungan sebaiknya diambil dari sebagian pajak PPN yang besarnya berkisar 0,5 – 1%. Dana tersebut dapat digunakan untuk perbaikan lingkungan dan membangun industri lingkungan.

   Industri lingkungan akan sulit berkembang, jika menggunakan dana komersil yang diambil dari Bank Komersil, karena bisnis lingkungan umumnya mempunyai break event point yang lama (lebih dari 5 tahun). Oleh karena itu dibutuhkan Bank Lingkungan yang dananya dikumpulkan dari Pajak Lingkungan untuk mendanai perbaikan lingkungan dan pembangunan lndustri lingkungan dengan bunga yang sangat rendah dan masa tenggang pinjam yang lama. Pembangunan Industri Lingkungan juga dapat menyerap tenaga kerja yang banyak, walaupun masih perlu ditunjang dengan penghargaan masyarakat yang lebih tinggi bagi mereka yang bekerja di sektor lingkungan.

k.    Industri Lingkungan

   Pandangan untuk melihat limbah sebagai sumberdaya memberi angin segar untuk sejenak menatap peluang yang muncul bahwa pengolahan limbah menjanjikan keuntungan dalam berusaha. Pembangunan Industri yang bergerak di bidang lingkungan sebaiknya dilaksanakan secepat mungkin, agar Industri tersebut dapat menjadi partner pemerintah dalam mengatasi masalah lingkungan. Saat ini industri yang bergerak dibidang lingkungan masih sangat sedikit, baru ada seperti PDPAL Jaya, PT WGS, dan perusahaan-perusahaan kecil yang belum muncul namanya. Jika Industri Lingkungan terus dibina dan menjadi besar dan sehat, maka suatu saat pemerintah tidak terlalu sibuk mengurusi lingkungan, namun lebih berkonsentrasi dalam membuat kebijakan-kebijakan di bidang lingkungan.

0 komentar:

Posting Komentar